Kenang Jasa Pahlawan Nasional, Pj. Bupati Bogor Bersama Kapolda Jabar Lakukan Ziarah dan Tabur Bunga ke Makam K.H Idham Chalid
20-05-2024
21
CISARUA- Usai melaksanakan upacara peringatan Hari Kebangkitan (Harkitnas) Nasional ke-116 , Pj. Bupati Bogor Asmawa Tosepu bersama Kapolda Jabar Irjen Polisi Akhmad Wiyagus beserta Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Bogor, lakukan ziarah sekaligus tabur bunga ke Makam Pahlawan Nasional K.H. Dr. Idham Chalid yang berlokasi di Cisarua Kabupaten Bogor, pada Senin (20/5/24)
Perlu diketahui bahwa, Nama K.H Idham Chalid mungkin sudah tidak asing bagi orang yang sering memegang uang kertas pecahan Rp5.000-an. Wajah Idham Chalid ada dalam uang kertas pecahan Rp5.000 sejak emisi 2016. Pahlawan Nasional ini kembali diabadikan dalam uang pecahan yang sama emisi 2022.
Idham Chalid lahir di Setui Kalimantan Selatan, pada 27 Agustus 1922. Ia menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) Amuntai, Madrasah Al Rasyidiyyah, dan Madrasah Muallimin Tinggi Pondok Modern Gontor Ponorogo. Pada 1957 ia mendapat Doktor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar Cairo.
K.H. Dr. Idham Chalid (1922 – 2010) semasa hidupnya adalah ulama dan politisi berlatar-belakang santri dalam tugas kenegaraan. Ia terlibat aktif dalam berbagai episode sejarah pemerintahan Indonesia pasca-kemerdekaan. Peran yang dijalankan Idham Chalid di pentas politik nasional sejak dekade lima puluhan menunjukkan betapa kiprah ulama tak terpisahkan dari perjalanan republik.
Semasa mudanya menempuh pendidikan di Madrasah Mualimin Tinggi Pondok Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur (1942). Gelar Doctor Honoris Causa diperolehnya dari Universitas Al-Azhar Cairo tahun 1957. Pada usia relatif muda Idham Chalid sudah mencapai kematangan dalam leadership (kepemimpinan). Sejarah membuka jalan kepadanya untuk mengemban peran kenegaraan di masa pemerintahan Presiden Soekarno (Orde Lama) dan pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru). Ia adalah politisi ulung dan negarawan yang bertahan di segala cuaca.
Melansir Kemenag.go.id yang ditulis pemerhati sejarah dan agama, M. Fuad Nasar, Idham Chalid tercatat pernah menjadi Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Ali-Roem-Idham (1956-1957), Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Djuanda (1957-1959), dan Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Dwikora (1966).
Selain itu, ia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Wakil Ketua MPRS (1962-1966). Dalam episode akhir Orde Lama, ia menjabat Menteri Koordinator pada Kabinet Kerja dan Kabinet Dwikora.
Ketika Orde Baru berkuasa, Idham Chalid diangkat menjadi Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kabinet Pembangunan I (1968-1973) dan Menteri Sosial ad interim (1970 -1971).
Setelah Pemilihan Umum 1971, ia terpilih menjadi Ketua DPR/MPR-RI periode 1971-1977. Selanjutnya menjabat Ketua DPA-RI periode 1978-1983, dan anggota Tim P7 (Penasihat Presiden Tentang Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dengan ketuanya Dr. H. Roeslan Abdulgani. Dalam organisasi keulamaan Idham Chalid duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mulai tahun 1985. Di tengah perjalanan tersebut, Idham Chalid turut mendirikan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 5 Januari 1973 dan dipercaya menjadi presiden partai PPP.
Sebelum terjun ke dunia politik, Idham Chalid dikenal sebagai penggerak pendidikan umat. Masa mudanya digunakan untuk mengabdi kepada almamaternya dengan mengajar di Pondok Pesantren Darussalam Gontor. Idham juga menjadi Direktur Noormal Islam School di Amuntai Kalimantan Selatan.
Selain itu, ia juga mendirikan dua yayasan pendidikan agama Islam Darul Maarif di Jakarta Selatan dan Darul Qur'an di Cisarua, Bogor. Pendidikan ini tidak boleh dikomersilkan. Hal ini merupakan komitmen seorang Idham Chalid.
Idham Chalid wafat pada 11 Juli 2010 yang bertepatan dengan 28 Sya’ban 1431 H pada usia 80 tahun. Ia dimakamkan di Cisarua, Bogor dengan upacara militer. Atas jasanya pada negeri, Idham Chalid dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada 7 November 2011. Pada tahun yang sama, gelar Pahlawan Nasional juga diberikan pemerintah kepada dua tokoh Islam lainnya yakni Prof. Dr. Hamka dan Mr. Sjafruddin Prawiranegara.