CIBINONG-Peringatan Hari Ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember menjadi momentum refleksi sejarah sekaligus penguatan peran perempuan dalam pembangunan nasional. Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Bogor, Eva Rudy Susmanto mengajak seluruh masyarakat untuk memaknai Hari Ibu tidak hanya sebagai penghormatan terhadap peran seorang ibu dalam keluarga, tetapi juga sebagai pengakuan atas peran strategis perempuan bagi bangsa dan negara.

Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Kabupaten Bogor, Eva Rudy Susmanto menegaskan, Hari Ibu memiliki makna yang luas dan mendalam. Selain sebagai bentuk penghormatan terhadap peran ibu dalam keluarga.

“Hari Ibu juga merupakan simbol kebangkitan, persatuan, dan kesatuan perjuangan perempuan Indonesia yang tidak terpisahkan dari perjuangan bangsa,” tandas Eva.

Melalui momentum Hari Ibu, Eva Rudy Susmanto mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya generasi muda, untuk terus mewarisi nilai perjuangan dan semangat persatuan perempuan Indonesia sebagai kekuatan dalam mengisi kemerdekaan dan mendorong pembangunan nasional.

“Penguatan peran perempuan diyakini menjadi salah satu kunci penting dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” ungkap Eva.

Membacakan sejarah Hari Ibu, Eva mengulas perjalanan panjang perjuangan perempuan Indonesia sejak masa pergerakan kemerdekaan. Ia menegaskan bahwa Hari Ibu berakar dari Kongres Perempuan Indonesia Pertama yang diselenggarakan pada 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta, sebagai tonggak persatuan organisasi perempuan Indonesia.

“Dari kongres tersebut lahir Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) sebagai federasi mandiri yang memperjuangkan harkat dan martabat bangsa serta mengangkat derajat perempuan agar menjadi perempuan yang maju dan berdaya,” ujar Eva.

Eva menerangkan, perjuangan tersebut terus berkembang hingga terselenggaranya Kongres Perempuan Indonesia Kedua pada tahun 1935 yang menempatkan perempuan sebagai ibu bangsa, dengan tanggung jawab besar dalam mendidik dan membentuk generasi penerus yang berkarakter dan berkesadaran kebangsaan.

“Puncak sejarah pergerakan perempuan Indonesia terjadi pada Kongres Perempuan Indonesia Ketiga di Bandung tahun 1938, yang menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu,”.

Ia melanjutkan, penetapan ini kemudian diperkuat melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur. Seiring perkembangan zaman, pada tahun 1946, Badan Kongres Perempuan Indonesia berkembang menjadi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) yang hingga kini terus berkiprah dalam memperjuangkan aspirasi perempuan Indonesia.