CIBINONG - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor serius menjangkau anak-anak zero dose sebagai langkah krusial untuk mencapai cakupan imunisasi universal, mengurangi kematian bayi dan balita, akibat penyakit yang sebenarnya bisa dicegah, serta memastikan keadilan dalam pelayanan kesehatan. Upaya tersebut juga melibatkan TNI, Polri, tokoh agama, dan stakeholder terkait.
Sebagai langkah awal, Pemkab Bogor melalui Dinas Kesehatan menggelar pertemuan untuk identifikasi anak zero dose melalui Survey Cepat Komunitas dan koordinasi lintas sektor dalam penjangkauan anak zero dose di Kabupaten Bogor, di Cibinong, Rabu (30/7). Hal ini guna mempercepat upaya menjangkau anak-anak yang belum pernah menerima imunisasi dasar atau zero dose.
Pertemuan tersebut melibatkan berbagai pihak mulai dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Non Government Organization (NGO) Clinton Health Access Initiative (CHAI), TNI-Polri, tokoh agama, TP PKK, Camat, Kepala Desa, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Penyuluh Kantor Urusan Agama (KUA), Bidan Desa dan Puskesmas.
Anak zero dose adalah anak yang belum pernah menerima satu dosis pun dari vaksin dasar apapun dalam program imunisasi rutin, khususnya vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) yang sering dijadikan indikator awal cakupan imunisasi. Istilah ini digunakan oleh organisasi internasional seperti WHO dan UNICEF untuk mengidentifikasi kelompok anak yang sangat rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Adang Mulyana menegaskan, peningkatan kasus penyakit yang bisa dicegah melalui imunisasi menjadi alarm penting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bergerak bersama.
“Kasus campak, pertusis, bahkan polio kembali ditemukan dalam tiga tahun terakhir, padahal sebelumnya sudah hampir hilang. Ini akibat cakupan imunisasi yang sangat rendah, terutama selama masa pandemi,” tegasnya.
Adang juga mengungkapkan bahwa tantangan utama di lapangan meliputi tingginya mobilitas masyarakat, kurangnya waktu orang tua karena bekerja, hingga penolakan imunisasi karena alasan keyakinan atau kekhawatiran efek samping.
“Oleh karena itu, kami melibatkan tokoh agama seperti dari MUI untuk memberi pemahaman, juga TNI-Polri untuk membantu mobilisasi sasaran. Semua pihak harus bergerak bersama,” lanjut Adang.
Dalam kegiatan ini, Dinkes juga menggandeng NGO Clinton Health Access Initiative (CHAI) yang selama ini konsisten membantu fasilitasi kegiatan imunisasi di Kabupaten Bogor. Langkah-langkah strategis yang dibahas meliputi pemetaan sasaran zero dose, edukasi berbasis komunitas, serta pendataan dan pelacakan anak yang belum imunisasi melalui lintas sektor.
“Data nama anak-anaknya sudah ada. Tinggal bagaimana bersama kita datangi, kita lengkapi imunisasinya. Kalau hanya tenaga kesehatan yang turun, jangkauannya terbatas. Maka kita butuh peran dari semua pihak,” terang Adang.
Adang berharap melalui pertemuan ini akan terbangun kolaborasi nyata dan berkelanjutan untuk menurunkan angka zero dose dan mencegah terjadinya lonjakan penyakit di masa mendatang.
“Kalau anak-anak kita tidak kita lindungi dengan imunisasi, maka mereka bisa menjadi populasi berisiko, bahkan bisa menularkan ke kelompok lain. Imunisasi bukan hanya perlindungan individu, tapi perlindungan komunitas,” tutupnya.
Rencananya, Pemkab Bogor akan menyelenggarakan kegiatan Sepekan Mengejar Imunisasi (PENARI) pada tanggal 4 hingga 9 Agustus 2025 mendatang. Pertemuan diakhiri dengan menyepakati komitmen bersama mendukung penjangkauan anak zero dose, serta pencapaian cakupan imunisasi yang optimal di seluruh wilayah Kabupaten Bogor.